Masjid Nabawi

Masjid Nabawi
يا سيدي يا رسول الله يا سيدي يا رسولَ الله - يا من له الجَاهُ عند الله إنّ الْمُسِيْئِيْنَ قدْ جَاءُوك - بالذّنْبِ يَسْتَغْفِرُونَ الله يا سيّد الرُّسْل هَادِيْنـا - هَيـّا بِغَارة إِلَيْنا الآن يا هِِمَّة السّادات الأقْطاَب- مَعَادِن الصِّدْقِ والسِّرّ نَادِ المُهَاجِرصَفِيّ الله -ذاك ابْنُ عيسى أبَا السَّادات ثُمّ المُقَدّم ولِيّ الله - غَوْث الوَرَى قُدْوَة القَادات ثمّ الوَجِيْـه لِديْنِ الله - سَقّافَنا خَارِق الْعَادَات والسّيّد الكامِل الأَوّاب - العَيْدرُوس مَظْهَر القُطْر قُومُوا بِنا واكْشِفُوا عَنّا - يا سَاداتِي هذِه الأَسْوَ وَاحْمواُ مَدِيْنَتْكُم الغَنَّا - مِنْ جُمْلةِ الشَّرّ والْبَلْوَى

Senin, 12 Juli 2010

Asal-Usul Istilah Dayak



keterangan : tulisan ini pernah di muat di harian Sinar Kalimantan, terbitan hari jumat 27 maret 2009 dalam rubrik opini.
Selama ini kita mengenal bahwa penduduk asli pulau Kalimantan adalah suku Dayak. Namun kebanyakan dari kita kurang mengetahui sejak kapan istilah Dayak mulai dipopulerkan oleh para penulis dari Barat.Mengenai istilah Dayak para penulis Barat masih menganggap istilah tersebut sebagau sebuah hipotesis, sehingga sebenarnya masih kabur. Penduduk asli pulau Kalimantan sendiri tidak menggunakan istilah tersebut.
Adapun beberapa hipotesa tentang istilah Dayak yang dikemukakan oleh penulis Barat adalah sebagai berikut :
a. Tahun 1757 J. A van Hohendorff pertama kali menggunakan istilah “orang-orang Dayak” untuk “orang-orang pegunungan liar” di dalam bukunya yang berjudul “Radicale Beschrijving van Banjermassing”
b. J. A Crawfurd menyatakan bahwa “Dyak” digunakan oleh orang-orang Melayu untuk menunjukan “ras liar” yang tinggal di Sumatra, Sulawesi dan terutama di Kalimantan. Hal ini ditulis di dalam bukunya yang berjudul “A Descriptive Dictionary of The Indian Islands and Adjacent Cauntries”.
c. P. J Veth mengungkapkan bahwa istilah Dayak adalah suatu nama kolektif untuk penduduk non-Islam di Kalimantan. Tetapi ia tidak berhasil menemukan kelompok khusus yang menggunakan nama “Dayak” itu. Ia menjelaskan bahwa nama Dayak selalu digunakan sebagai prefik bagi kelompok pribumi tertentu seperti : Dayak Pari, Dayak Riboen, Dayak Kantouw”. Hal ini ditulisnya di dalam bukunya yang berjudul “De Oorsprong van De Naam Dajak”.
d. M. T. H Perelaer menulis di dalam bukunya “Borneo van Zuid Naar Nord dan Ethnographische Beschrijving Der Dajaks, menyatakan bahwa tidak ada dimanapun di Kalimantan kata Dayak itu kecuali di daerah-daerah yang mempunyai kontak langsung dengan orang-orang Eropa. Ia juga menjelaskan bahwa kata Dajak (Dayak) adalah singkatan dari Dadajak (Dadayak) yang artinya “berjalan limbung”. Jadi nama Dayak adalah suatu istilah merendahkan dan dipopulerkan oleh orang-orang Eropa sendiri.
e. H. Scharer menyatakan istilah Dayak itu dari bahasa Melayu yang artinya penduduk asli, orang-orang Melayu pantai menggunakan istilah itu untuk menunjukan penduduk asli dari Kalimantan sebagai “backwoodsman”. Kini digunakan sebagai istilah kolektif untuk penduduk asli yang beragama Kristen dan Kaharingan dari Kalimantan. Hal ini ditulisnya di dalam buku “Ngaju Religion”.
Oleh karena kata Dayak mempunyai konotasi merendahkan, orang-orang Dayak berusaha untuk menghindarinya. Tetapi sekarang mereka telah menerima kata tersebut untuk menunjukan identititas kultural dan sosio-politik mereka. Tetapi mereka lebih menyukai menulis Daya dengan menghilangkan fonem “K”. Hal ini ditulis oleh Michail Coomas didalam bukunya “Manusia Daya, Dahulu. Sekarang dan Masa Depan.”
Tulisan diatas saya kutip dari buku karangan Helius Sjamsuddin yang berjudul “Pegustian dan Temenggung Akar Sosial, Politik, Ethnis, dan Dinasti Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 1859-1906” terbitan Balai Pustaka tahun 2001. Tulisan ini dimaksudkan untuk menerangkan dan memberi informasi kepada para pembaca tentang penggunaan istilah Dayak oleh penulis-penulis Barat tanpa maksud menyudutkan suatu kelompok atau golongan, dengan harapan kita lebih menghargai penduduk asli dan dapat hidup berdampingan dengan damai.


Menurut pendapat yang lainnya ada yang mengatakan bahwa  pendapat yang diterima umum menyatakan bahwa orang Dayak ialah salah satu kelompok asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan. Gagasan tentang penduduk asli ini didasarkan pada teori migrasi penduduk ke Kalimantan. Bertolak dari pendapat itu adalah dipercayai bah wa nenek moyang orang Dayak berasal dari bangsa China dari Provinsi Yunan di Cina Selatan. Penduduk Yunan ber-imigrasi besar-besaran (dalam kelompok kecil) di perkirakan pada tahun 3000-1500 SM. Sebagian dari mereka mengembara ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum masuk ke Kalimantan. Sebagian lainnya melewati Hainan,Taiwan dan filipina. Menurut catatan H.TH. Fisher, imigrasi dari asia terjadi pada fase pertama zaman Tretier. Saat itu, pulau Kalimantan masih menyatu dengan benua Asia. yang memungkinkan ras mongoloid (cina) dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan Muller-Schwaner. Dari pegungungan itulah berasal sungai-sungai besar yang mengaliri seluruh daratan Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami tepi-tepi sungai tersebut hingga ke pesisir pulau Kalimantan.

Kelompok-kelompok pertama yang masuk wilayah Kalimantan ialah kelompok Negrid dan Weeddid, yang sekarang sudah tidak ada lagi. Kemudian disusul oleh kelompok yang lebih besar, yang disebut Proto Melayu. Perpindahan ini berlangsung lagi selama 1000 tahun, antara 3000-1500 sebelum Masehi.
Lebih lanjut disebutkan bahawa, “Sekitar lima ratus tahun sebelum Masehi berlangsung lagi suatu perpindahan besar dari daratan Asia ke pulau-pulau Indonesia. Kelompok-kelompok ini disebut Deutro-Melayu”.

Mengikut Tjilik Riwut Orang Proto Melayu (Melayu Tua) pada mulanya mendiami kawasan pantai. Akan tetapi, dengan kedatangan orang Melayu Muda, orang Melayu Proto terdesak ke pedalaman, karena kalah perang atau karena kebudayaan Melayu Tua lebih rendah jika dibandingkan dengan Melayu Muda. Kelompok Melayu Muda khasnya, sudah hidup menetap dalam satu komuniti, (seperti rumah panjang), dan mengenal teknik pertanian lahan kering, yaitu berladang.
Seorang penulis lain, Ch.F.H.Dumont (dipetik dari Tjilik Riwut 1993: 191) merujuk khusus kepada perpindahan orang Dayak ke pedalaman, seperti berikut:
“Orang-orang Dayak ialah penduduk pulau Kalimantan yang sejati, dahulu mereka ini mendiami pulau Kalimantan, baikpun pantai-pantai baikpun sebelah ke darat. Akan tetapi tatkala orang Melayu dari Sumatera dan Tanah Semenanjung Melaka datang ke situ terdesaklah orang Dayak itu lalu mundur, bertambah lama, bertambah jauh ke sebelah darat pulau Kalimantan”.

Teori tentang migrasi ini sekaligus boleh menjawab persoalan: mengapa suku bangsa Dayak kini mempunyai begitu banyak sifat yang berbeda, sama ada dalam bahasa maupun dalam ciri-ciri budaya mereka.

Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya Pontianak. Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk
kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.

Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan di seluruh daerah Kalimantan. Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan (dalam bahasa kayan, ivan = pengembara). Demikian juga menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk, Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri. Namun ada juga suku Dayak yang tidak mengetahui lagi asal usul nama sukunya.

Nama "Dayak" atau "Daya" adalah nama eksonim (nama yang bukan diberikan oleh mayarakat itu sendiri) dan bukan nama endonim (nama yang diberikan oleh masyarakat itu sendiri). Kata Dayak berasal dari kata Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat khususnya (walaupun kini banyak masyarakat Dayak yang telah bermukim di kota kabupaten dan propinsi) yang mempunyai
kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya.
Kalimantan Tengah mempunyai problem etnisitas yang sangat berbeda di banding Kalimantan Barat. Mayoritas ethnis yang mendiami Kalimantan Tengah adalah ethnis Dayak, yang terbesar suku Dayak Ngaju, Ot Danum, Maanyan, Dusun, dsb.

Agama yang mereka anut sangat variatif. Dayak yang beragama Islam di Kalimantan Tengah, tetap mempertahankan ethnisnya Dayak, demikian juga bagi Dayak yang masuk agama Kristen. Agama asli suku Dayak di Kalimantan Tengah adalah Kaharingan, yang merupakan agama asli yang lahir dari budaya setempat sebelum bangsa Indonesia mengenal agama pertama yakni Hindu. Karena Hindu telah meyebar luas di dunia terutama Indonesia dan lebih dikenal luas, jika dibandingkan dengan agama suku Dayak, maka Agama Kaharingan dikategorikan ke cabang agama Hindu.

Propinsi Kalimantan Barat mempunyai keunikan tersendiri terhadap proses alkurturasi cultural atau perpindahan suatu culture religius bagi masyarakat setempat. Dalam hal ini proses tersebut sangat berkaitan erat dengan dua suku terbesar di Kalimantan Barat yaitu Dayak,Melayu dan Tiongkok. Pada mulanya Bangsa Dayak mendiami pesisir Kalimantan Barat, hidup dengan tradisi dan budayanya masing-masing, kemudian datanglah pedagang dari gujarab beragama Islam (Arab Melayu) dengan tujuan jual-beli barang-barang dari dan kepada masyarakat Dayak, kemudian karena seringnya mereka berinteraksi, bolak-balik mengambil dan mengantar barang-barang dagangan dari dan ke Selat Malaka (merupakan sentral dagang di masa lalu), menyebabkan mereka berkeinginan menetap di daerah baru yang mempunyai potensi dagang yang besar bagi keuntungan mereka. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Dayak ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual beli barang kebutuhan, dan interaksi cultural, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, di kunjungi masyarakat lokal (Dayak) dan pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka. Di masa itu sistem religi masyarakat Dayak mulai terpengaruh dan dipengaruhi oleh para pedagang Melayu yang telah mengenal pengetahuan, pendidikan dan agama Islam dari luar Kalimantan. Karena hubungan yang harmonis terjalin baik, maka masyarakat lokal atau Dayak, ada yang menaruh simpati kepada pedagang Gujarat tersebut yang lambat laun terpengaruh, maka agama Islam diterima dan dikenal pada tahun 1550 M di Kerajaan Tanjung Pura pada penerintahan Giri Kusuma yang merupakan Kerajan Melayu dan lambat laun mulai menyebar di Kalimantan Barat.

Masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut: Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya: Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa tanah , Raja Juata (penguasa Air), Kama”Baba (penguasa Darat),Jobata,Apet Kuyan'gh(Dayak Mali) dan lain-lain. Bagi mereka yang masih memegang teguh kepercayaan dinamisme nya dan budaya aslinya nya, mereka memisahkan diri masuk semakin jauh kepedalaman.

Adapun segelintir masyarakat Dayak yang telah masuk agama Islam oleh karena perkawinan lebih banyak meniru gaya hidup pendatang yang dianggap telah mempunyai peradaban maju karena banyak berhubungan dengan dunia luar. (Dan sesuai perkembangannya maka masuklah para misionaris dan misi kristiani/nasrani ke pedalaman). Pada umumnya masyarakat Dayak yang pindah agama Islam di Kalimantan Barat dianggap oleh suku dayak sama dengan suku melayu. Suku Dayak yang masih asli (memegang teguh kepercayaan nenek moyang) di masa lalu, hingga mereka berusaha menguatkan perbedaan, suku dayak yang masuk Islam (karena Perkawinan dengan suku Melayu) memperlihatkan diri sebagai suku melayu.banyak yang meninggalkan identitas sebagai suku dayak mulai dari agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat istiadatnya. Setelah penduduk pendatang di pesisir berasimilasi dengan suku Dayak yang pindah(lewat perkawinan dengan suku melayu) ke Agama Islam,agama islam lebih identik dengan suku melayu dan agama kristiani atau kepercayaan dinamisme lebih identik dengan suku Dayak.

Sejalan terjadinya urbanisasi ke kalimantan, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, karena semakin banyak di kunjungi pendatang baik lokal maupun nusantara lainnya. Untuk mengatur daerah tersebut maka tokoh orang melayu yang di percayakan masyarakat setempat diangkat menjadi
pemimpin atau diberi gelar Penembahan (istilah yang dibawa pendatang untuk menyebut raja kecil ) penembahan ini hidup mandiri dalam suatu wilayah kekuasaannya berdasarkan komposisi agama yang dianut sekitar pusat pemerintahannya, dan cenderung mempertahankan wilayah tersebut. Namun ada kalanya penembahan tersebut menyatakan tunduk terhadap kerajaan dari daerah asalnya, demi keamanan ataupun perluasan kekuasaan. Masyarakat Dayak yang pindah ke agama Islam ataupun yang telah menikah dengan pendatang Melayu disebut dengan Senganan, atau masuk senganan/masuk Laut, dan kini mereka mengklaim dirinya dengan sebutan Melayu. Mereka mengangkat salah satu tokoh yang mereka segani baik dari ethnisnya maupun pendatang yang seagama dan mempunyai karismatik di kalangannya, sebagai pemimpin kampungnya atau pemimpin wilayah yang mereka segani.


ASAL USUL TERJADINYA PULAU SERUYAN DAN KUBURAN KERAMAT

Kanon dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang banyak memiliki anak, dari sekian banyak anak yang di miliknya ada salah satu anaknya yang berbeda dari anak-anaknya yang lain. Anak yang berbeda itu adalah anak yang paling bungsu, dari kecil sampai dewasa dia tidak suka mengenakan pakaian dia lebih senang telanjang bulat dari pada harus memakai pakaian. Anak itu bernama Bito, ketika masih kecil dia sering bermain di daerah pulau pantai untuk bermain-main sendirian di pantai bahkan hampir tiap hari waktunya di habiskan di pantai itu.
Dia tidak senang kalau dan bermain dengan anak-anak lain yang sebaya dengannya, dia paling suka berlari-larian sendiri di daerah pantai itu sambil memainkan air dan pasir tanah yang berwarna putih dari pagi sampai sore hari, seakan-akan daerah pantai tersebut telah menjadi rumah kedua baginnya dan lagi pula daerah pantai tersebut letaknya tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga dengan berjalan kaki beberapa meter saja sudah sampai ke tempat pulau pantai tersebut.
kuburan dayak kalimantan cerita dayakKegiatan seperti itu dia lakukan tiap hari dan bahkan kegian rutinnaya sampai dia dewasa. Setelah dewasa Bito tetap saja tidak suka memakai pakaian dan ia lebih suka telanjang bulat seperti dia kecil, orang tuanya pun merasa malu tetapi setelah dewasa dia tidak lagi pergi ke pulau pantai yang sering di kunjunginya waktu dia masih kecil dulu dan dia masih senang berkurung diri di dalam rumah, karena terkucilkan dari saudara-saudaranya akhirnya dia membut sebuah gubuk kecil dengan ukuran yang sempit dan sederhana.
Di gubuk itulah Bito hidup seorang diri terasing dari orang tua dan saudara-saudaranya karena sering berkurung diri itulah mengakibatkan kakinya Bito lumpuh dan tidak berfungsi lagi sehingga untuk mencukupi kebutuhannya Bito cuma mengharap belas kasih dari orang lain tetapi terkadang ada juga kerabatnya yang berkunjung untuk memberi makanan, kebetulan juga letak kerabatnya itu tidak jauh dari rumahnya dan di antara kerabatnya melihat Bito seperti itu dia merasa kasihan dan iba sehingga ia meminta Bito tinggal bersamanya, Bito pun mengikuti saja karena dia sadar tidak mungkin sendirian tanpa bantuan orang lain lebih-lebih setelah kakinya menjadi lumpuh.
Maka tinggallah Bito dengan kerabatnya tersebut yang letaknya pun tidak jauh dari rumahnya. Di rumah itulah dia tinggal bersama pamannya yang bernama talib dan memiliki 5 orang anak, 2 perempuan dan 3 laki-laki sedangkan istrinya sudah meninggal. Paman Bito ini di kampungnya sangat dihormati karena memiliki sikap yang sangat rendah hati dan sangat dermawan serta suka menolong sesamanya.
Karena kebiasaan hatinya itulah maka dia mau menerima Bito dengan segala kekurangannya dan menggap Bito sebagai anak kandungnya sendiri, begitu pula anak kandungnya yang menanggap Bito sebagai saudaranya sendiri kandungnya sendiri, meskipun hubungan keluarga antara Bito dan pamannya ini terbilang kerabat jauh, tetapi pamannya tidak membeda-bedakan antara Bito dan anak kandungnya sendiri dan Bito pun disuruh menempati kamar yang lumayan cukup besar yang sama besarnya dengan kamar anak kandungnya tetapi Bito tidak mau dengan alasan kamarnya terlalu mewah untuknya karena dia merasa tepat itu berbeda dengan gubuk yang dulu ditempatinya.
Namun pamannya membujuk adul supaya mau menempati kamar tersebut. Di kamar itulah Bito menghabiskan hari-harinya setiap waktu dan kebiasaan Bito yang yang tidak mau memakai pakaian terus di bawanya sampai dia tinggal di rumah pamannya tetapi pamannya menggap itu bukan jadi masalah dan dia juga tidak pernah mau keluar dari kamarnya, dia lebih senang berkurung diri sendirian di kamar oleh sepupunya ( anak pamannya ) Gina, namun kebiasaannya Bito seperti itu tidak pernah membuat pamannya merasa terbebani tetapi dengan sabar dia merawat Bito.
Bertahun-tahun Bito hidup bersama dengan pamannya dengan sikap yang seperti itu sehingga Bito pun menunjukan suatu kelebihan yang ada dalam dirinya, di antaranya dia bisa menembak apa yang akan terjadi esok dan tebakannya itu benar terjadi dan seakan-akan dia bisa meramalkan apa yang akan terjadi di masa mendatang.
Dengan kelebihan Bito yang bisa meramal seperti itu dengan cepat berita itu tersebar ke seluruh penduduk kampung sehingga banyak penduduk yang berkunjung meminta bantuan untuk di ramal dan meminta nasihat kepadanya, dengan iklas Bito membantu meramal dan memberi nasihat kepada penduduk yang datang tanpa ia memungut bayaran sedikitpun.
Tidak lama setelah Bito mulai menggunakan kelebihannya itu, pamannya meninggal dunia dan Bito pun merasa terpukul dan terpuruk hampir dia putus asa karena dia merasa sangat kehilangan orang yang sangat menyayanginya, orang yang selalu menghiburnya dan selalu membantunya serta selalu menemaninya saat dia membutuhkan dan saat seluruh keluarganya menjauhinya.
Sejak meninggal pamannya itu lah, tidak mau lagi meramal dan memberi nasihat kapada orang-orang yang datang kepadanya, hingga berbulan-bulan Bito terpuruk dalam kesedihan, dia merasa bersalah karena kelebihannya itulah yang mengakibatkan pamannya meninggal, karena sehari sebelum pamannya meninggal Bito sempat bermimpi perahu yang ditumpangi pamannya tersebut terbalik tapi tidak memberi tahu pamannya tentang mimpinya itu karena dia mengapa kalau mimpinya itu hanya kembang tidur saja, namun ternyata kejadian yang ada di mimpinya, sehingga dengan kejadian itulah dia beranggapan dirinyalah orang yang paling bersalah atas kematian pamannya tersebut, dan dia berfikir seandainya saja dia memberitahukan pamannya tentang mimpinya itu mungkin sekarang pamannya masih hidup. Melihat keadaan Bito yang terus menerus menyalahkan dirinya sendiri atas kematian pamannya.
Maka anak pamannya yang bernama Gina kasihan dan merasa iba dengan keadaan Bito yang seperti itu berantakan dan jauh berbeda dengan Bito yang dulu ketika ayahnya masih hidup dan Gina pun berusaha membujuknya secara perlahan-lahan agar Bito bisa melupakan kesedihan dan ras bersalahnya terhadap pamannya tetapi Bito tidak memperdulikan bujukan Gina tersebut dan bahkan dia membujuk dan menyadarkannya kalau kematian pamannya itu bukan karena dia tapi atas kehendak yang Maha Kuasa. Gina pun membujuk Bito tanpa merasa lelah dan januh dan akhirnya membuahkan hasil, Bito pun sudah bisa menerima kemantra pamannya dengan adilasi.
Suatu malam Bito bermimpi bertemu pamannya dan dalam mimpinya itu pamannya meminta kepada Bito agar dia tetap memjadi Bito yang dulu yang memiliki sikap sendah hati dan suka menolong, hingga Bito pun terbangun dari tidurnya dan langsung memikirkan tentang mimpinya tersebut. Setelah beberapa hari berlalu Bito terus-terus memikirkan mimpinya tersebut dan akhirnya dia pun bertanya kepada Gina tentang maksudmimpinya itu. Sejenak Gina terdiam kemudian berkata kepada Bito” Dul kamu disuruh ayah menggunakan kelebihan yang kamu miliki itu untuk menjadi Bito yang seperti dulu lagi “ Itulah arti mimpi yang kamu alami kata Gina kepada Bito mendengar penjelasan Gina itu Bito pun terdiam tanpa sepatah katapun dan dia bangkit dari tempat duduk lalu pergi mendengar penjelasan dari Gina, Bito pun berubah yang tadinya kelihatan sedih dan berantakan kembali berseri, seakan-akan kesedihan yang dirasakan tidak ada lagi dan dia telah berubah Bito seperti itu, Gina merasa sangat senag meskipun kaki Bito masih lumpuh tapi dia tetap beryukur karena telah mampu mengembalikan Bito seperti semula dan menghilangkan rasa kesedihannya serta membangkitkan semangat hidupnya yang hampir pudar akibat di tinggal mati oleh ayahnya.
Kabar tentang perubahan Bito seperti sedia kal dengan cepatnya tersebar keseluruh pelosok kampong sehingga orang banyak datang kerumahnya untuk diramal dan meminta nasihatnnya, hampir seluruh penduduk yang kenal dengan namanya tetapi walaupun terkenal dia tidak pernah merasa sombong dan besar kepala dengan kelebihan yang dimilikinya.
Selama hidupnya Bitotidak pernah memiliki pendamping hidup ( isteri) meskipun banyak para gadis yang pernah tertarik padanya dan bahkan berharap menjadi istrinya tetapi dia tetap tidak mau memilih satupun perempuan.
Itu sampai usianya lanjut Bito masih tinggal dirumah pamannya tapi karena semua anak pamannya diserah kepad Bito tapi melihat Bito sendirian di rumah itu merasa kasihan dan mengajak Bito tinggal bersamanya, awalnya Bito menolak ajakan itu kerana takut menyusahkan Gina tetapi berkat keteguhan dan kesabarannya Gina dalam meyakinkan Bito akhirnya Bitopu mau juga ikut dengan Gina. Di rumah Gina itulah Bito tinggal, disebuah rumah yang sangat sederhana tetapi Gina hidup bahagia, ruku dan harmonis.
Letak rumah Gina dengan rumah yang ditempatinya dulu kira-kira berjarak 5 kilometer dan harus menyeberangi sungai sehingga dengan mudahnya Bito bolak-balik dari rumah Gina ke rumah Bito yang dulu dan kegiatannya dia lakukan sampai dia tidak bisa lagi kesana atau dengan kata lainsampai dia jatuh sakit dan sampai akhirnya Bito pun menghembuskan nafas terakhirnya dirumah Gina, dalam detik-detik terakhir sebelum kematiannya Bito sempat tersenyum kepada Gina dan zenajahnya mengeluarkan bau harum yang semarak wanginya, manusuk hidung orang yang menghadiri pemakaman tersebut. Sehingga sungai yang sering dilewatuiBito itu dinamakan sungai seruyan.
Zenajah Bito dimakamkan dipemakaman umum yang letaknya tidak jauh dari rumah Gina. Tempat pemakaman Bito dianggap sabagai tempat yang keramat kerana Bito dianggap orang yang suci, tidak pernah berbuat dosa dan kesalahan semasa hidupnya dan ada juga sebagian orang yang menganggap Bito orang yang dekat dengan sang pencipta.
Sehingga setiap hari pasti ada saja yang jiarah ketempat pemakaman Bito dan orang yang jiarah ketempat bisa meminta kepada Bito tapi melalui perantaranya Bito, karena tempat pemakamannya keramat setiap orang yang jiarah ketempat tersebut pasti balik lagi ketempat tersebut untuk mendo’akan.
Bito sebagai ungkapan terimakasih kepadanya karena melalui perantranya semua apa yang diinginkan pasti terkabul, terkadang tidak jarang pula ada orang yang mengasihkan uang untuk biaya perbaikan pemakaman Bito. Dari tahun ke tahun para pengunjung yang kepemakaman untuk jiarah, tidak pernah berkurang bahkan tambah banyak pepengunjungnya. Terkadangtidak jarang untuk mengenang jasa-jasa Bito, para penduduk yang merasa berhutanmg budi kepadanya datang ketempat kelahirannyaBito ( daerah pulau yang tak berpenghuni lagi).
Entah kenapa kebiasaan berkunjung kedaerah tersebut pulau seakan-akan menjadi sebuah tradisi yang harus dilakukan penduduk khususnya penduduk seruyan kuala pembuang yang berdomisili tetap di daerah tersebut. Seiring dengan berjalanya waktu daerah tersebut berubah menjadi tempat wisata bagi masyarakat kuala pembuang, khususnya setiap hari raya baik harii raya idul fitri maupun idul adha tempat tersebut ramai di kunjungi para pengunjung yang ingin rekreasi.
Akhir-akhit ini dikatakan kalau pemakamannya Bito dipindahkan ketempat kelahirannya, katanya rohnya Bito sendiri yang meminta agar pemakamannya tersebut dipindahkan karena di merasa terganggu denganapa yang dilakukan oleh segelintir orang yang mengatasnamakan namanya tersebut untuk meminta bayaran kepada setiap para penjiarah atau pengunjung yang datang berkunjung ketempat pemakamannya tersebut.katanya juga rohnya Bito merasuk ke dalam diri salah seorang kerabat dekatnya yang bernama jail, ia meminta dengan segera agar pemakaman tersebut di bangkar dan dipindahkan dan akhirnya pamakaman Bito dipindahkan ketempat kelahirannya dekat dengan daerah pulau dia waktu kecil dulu.
Walaupun sekarang jarak antara kota kualau pembuang dengan daerah pulau tersebut tidak dapat di tempuh dengan kendaraan bermotor hanya dapat di tempuh menggunakan perahusaja, namun tempat itu tidak pernah sepi dari pengunjung.
Demikianlah cerita yang dapat saya ceritakan tentang asal usul pulau saruyan dan kuburan keramat.


Kutipan dari :
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1531511&page=2danForum Dayak, dayakblogs.blogspot.com

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar